Cari Postingan lain

Senin, 19 Maret 2018

Hati Mati

Menangis dalam harapan,
Termangu dalam kesunyian.
Inilah aku yang kau permainkan,
Inilah aku yang kau hancurkan.

Aku hidup dalam kelamnya dunia,
Dan kau datang menggambarkan setia,
Namun gambaran itu hanyalah uraian,
Uraian dan untaian secuil harapan.

Cinta itu harum aromanya,
Namun busuk tingkah lakunya.
Cinta ini pahit rasanya,
Namun ku coba tuk setia.

Ku kuatkan hati tuk menerima,
Namun mata menangis tiada hentinya,
Ku relakan bibir tak berkata-kata,
Namun hati mulai mati dalam gambaran setia.

Kau kira luka ini tak berdarah,
Kau kira luka ini tak bernanah,
Mungkin bagimu ini belum parah,
Karena aku hanyalah sapi perah.

Hatimu sudah mati,
Aku bagimu tak berarti.
Kau buat hatiku juga mati,
Sekarang, kau bagiku juga tak berarti,

Kamis, 15 Maret 2018

Teguran Tuhan

Tuhan telah menegur
Tuhan telah menegur dengan sopan
Lewat perut anak anak yang kelaparan.
Tuhan telah menegur dengan sopan
Lewat sayup suara adzan

Tuhan telah menegur dengan 
Penuh kesabaran
Lewat tanah yang terus diguncang
Deru angin yang meraung kencang
Hujan yang melintang pukang
Apakah kau dengar? 

Tuhan telah menegur
Dengan apa yang kita lakukan
Apakah kita akan berubah
Atau malah bertambah parah

Kita harus mengubah
Pemikiran kita
Mengubah statement kita
Untuk menjadi Tempat yang
Lebih baik..

Selasa, 13 Maret 2018

Terjebak Waktu

Kamu,
Pernah sekejap memberikan pesan
Bukan kesan saat menyadari engkau
Telah pergi.

Mungkin seabad sekalipun  tidak cukup
Untuk menyatakan keindahanmu.

Namun sejatinya semenit cukup berharga
Tanpa melihatmu pergi menjadi Negara
Yang berbeda... dengan yang ku miliki dulu.

Selayaknya hati ini tak memberi lebih
Untuk tidak harus merasakan kehadiranmu.

Kamu, negeri terindah ini
Memberiku kenyamanan
Dan memberiku kehidupan

Ku merindukan dirimu yang dulu
Negara penuh toleransi
Bukan negara penuh anarki

Ku ingin kau tetap disini 
Hingga ku dapat menyadari betapa
Pentingnya arti memiliki

Selamat Jalan kawan sejati
Terima kasih untuk segalanya..

Kamis, 08 Maret 2018

Goyangan Pena

Siapa sangka,
Benda kecil dapat menimbulkan luka.
Siapa sangka,
Benda tumpulpun dapat membuat celaka.

Kita berbicara masalah hak dan kewajiban,
Bukan tentang mencari keuntungan.
Kita berbicara masalah asasi dan kemanusiaan,
Bukan tentang mencari kekayaan.

Bangsa yang kaya namun berpangku tangan,
Bangsa yang kuat namun manusia tiada harganya,
Bangsa yang hebat namun SARA merajalela,
Bangsa yang makmur namun tikus hidup nyaman.

Negeriku.... Indonesia....
Disini pendidikan tiada artinya,
Masa depan bukanlah tentang ijazah ataupun keahlian,
Tapi biarkan orang dalam mengambil peranan.

Negeriku... Indonesia...
Disini pendidikan tiada maknanya,
Pendidikan hanyalah formalitas belaka,
Pendidikan hanyalah sistem yang sia-sia.

Aduh... Indonesia.
Tanda tangan membuatmu gundul,
Tanda tangan membuatmu miskin,
Tanda tangan membuatmu hancur,
Dan tanda tangan pula yang membuatmu menderita.

Sedikit goyangan pena di atas kertas,
Dapat merubah keputusan di bangku teratas.
Sekali lagi, Si tikus ada di puncak teratas.
"Goresan tinta ini melukaiku", Ujar Ibu Pertiwi.

Negeri ini butuh perbaikan,
Bukan kicauan yang selalu kau gaungkan.
Negeri ini butuh pemimpin,
Bukan seorang entertaint hiburan.

Minggu, 04 Maret 2018

Sajak Manusia Terdidik

Sebenarnya.... Matahari itu panas sinarnya,
Namun, lapisan awan yang menghalanginya,
Sebenarnya Bulan itu kegelapan yang nyata,
Namun ia tersinari oleh sang surya.

Layaknya kau si buruk rupa,
Yang dihalangi oleh lapisan jabatan yang kau punya,
Kekuasaan hanya kau jadikan mainan,
Untuk memuaskan keserakahan.

Kau dicaci, dimaki, bahkan dihina dgn semua kekasaran,
Tapi kau hanya tersenyum tak karuan.
Senjatamu hanyalah demokrasi dan birokrasi
Serta topeng kemunafikan hak asasi.

Selamat Sore para penguasa,
Aku adalah generasi penerus bangsa.
Generasi gagap yang kalian ciptakan,
Generasi gagap yang kalian inginkan.

Selamat Sore para penguasa,
Sampaikan salamku pada sekutumu disana,
Yang menjadikan manusia sebagai alat industri,
Dan kaupun hanya termakan oleh industrialisasi.

Berdiri di atas kaki sendiri adalah zaman orde lama,
Berkuasa tiada habisnya adalah zaman orde baru,
SARA telah merajalela adalah zaman politisasi,
Korupsi ada dimana mana adalah zaman tikus berdasi.

Hei kalian para penguasa, Senja telah tiba.
Dasi itu akan mengikat leher mu di hadapan Ilahi,
Ketamakanmu akan memakan mu dalam bara api,
Kerakusanmu akan mengajarkan arti dari kuasa Ilahi.

Jumat, 02 Maret 2018

Nyanyian Rakyat

Kami tinggal di
Tempat dimana semua memiliki
Arti untuk saling mengerti dan
Penuh toleransi

Namun. Tempat itu menjadi
Tempat para tikus yang rakus.
Akan kekuasaan dengan
Rakyat sebagai siksaan
.
Tempat dimana hanya omong
Kosong yang bicara
Dibohongi oleh cita cita tanpa
Memiliki cara mewujudkannya.

Kita Hidup dalam abad tak
bermoral Dimana mimpi, hati,
bahkan harga Diri dapat dibeli.

Rakyat dijadikan tumbal untuk alasan
Membuat keadilan dan kesejahteraan
yang bahkan hanya Sebuah tahayul
Agar para tikus hidup sejahtera

-----*-----

Puisi diatas menceritakan betapa serakahnya penguasa di indonesia. Contohnya seorang "papah" yang rela melakukan apa saja demi hidup dalan kebahagiaan dunia tanpa memikirkan rakyatnya rela menghancurkan mobilnya, menyewa dokter, sampai berbohong ke rakyat sendiri. Seorang yang mungkin bisa disebut "Pancari Takhta"

Sebuah lembaga yang seharusnya menjadi wakil dari aspirasi rakyat yang kini berubah seakan akan seperti "Gunting Dalam Lipatan". Lembaga yang hanya dapat meminta tanpa bisa memberi. Lembaga yang anti kritik yang seharusnya dapat menerima kritik. Lembaga yang menutup mata seakan akan tidak terjadi apa apa.

Seperti itu lah Negara Tercinta kita sekarang yang dulu diperjuangkan dan sekarang dibiarkan yang para penguasanya hanya mengurusi kehidupannya. Negara yang diharapkan dapat menjadi yang Terbaik kini malah Negara yang Terbalik.

Sebuah Kisah Tragis dari Negera Tercinta

Bela Negara (Perspektif Mahasiswa)

Pengertian Bela Negara Dikutip dari buku "Pengembangan Pendidikan Bela Negara di Madrasah/Sekolah" oleh Abdul Kadir Ahmad, Bela ...